Dalam setiap transaksi jual beli, kerja sama antar perusahaan, hingga kesepakatan investasi, terdapat aturan-aturan yang tidak tertulis secara langsung di baliknya, namun berlaku mengikat dan memberikan kepastian hukum bagi para pelakunya. Inilah yang menjadikan dunia usaha tak bisa lepas dari peran hukum. Hukum dagang lahir dari kebutuhan untuk mengatur interaksi ekonomi yang semakin kompleks, sekaligus melindungi kepentingan para pelaku usaha agar berjalan secara tertib, adil, dan dapat dipertanggungjawabkan. Meskipun istilah ini sudah lama dikenal, tidak semua orang memahami secara jelas apa yang dimaksud dengan hukum dagang, bagaimana dasarnya, dan apa saja ruang lingkupnya dalam sistem hukum Indonesia.
Secara umum, hukum dagang adalah bagian dari hukum perdata yang mengatur kegiatan perdagangan dan hubungan hukum antara pelaku usaha dalam bidang ekonomi. Meskipun Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) tidak memberikan definisi eksplisit, para ahli hukum memberikan beberapa pengertian yang menjadi acuan.
Beberapa definisi dari para ahli hukum antara lain:
- Menurut Soekardono, hukum dagang adalah bagian dari hukum perdata yang mengatur perjanjian-perjanjian dalam bidang usaha dan perdagangan[1].
- M.N. Purwosutjipto menyebut hukum dagang sebagai hukum perikatan khusus yang lahir dari kegiatan perusahaan[2].
- Achmad Ichsan menjelaskan bahwa hukum dagang adalah hukum yang mengatur hubungan manusia dalam urusan dagang dan perniagaan[3].
[1] Soekardono, Hukum Dagang Indonesia (Jakarta: Rajawali, 1981), hlm. 7.
[2] H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang (Jakarta: Djambatan, 1991), hlm. 12.
[3] Achmad Ichsan, Pokok-Pokok Hukum Dagang (Bandung: Armico, 1987), hlm. 6.
KUHD merupakan sumber utama Hukum Dagang di Indonesia, yang berlaku berdasarkan dari Wetboek van Koophandel voor Indonesië, Stbl. 1847 No. 23. KUHD mulai berlaku bersamaan dengan KUHPerdata di undangkan sejak 1 Mei 1848 dan tetap berlaku sampai saat ini[1], kecuali bagian-bagian yang telah dicabut atau digantikan oleh undang-undang baru. Penggunaan nya adalah sebagai dasar dari sistem hukum, dan akan digunakan sejauh tidak ada aturan khusus (lex specialis) yang mengatur secara berbeda.
[1] Ibid., hlm. 7.
KUHD mengatur berbagai aspek penting seperti :
Buku I: Tentang Perdagangan pada Umumnya
Membahas aturan-aturan dasar mengenai kegiatan perdagangan dan para pelaku usaha.
Terdiri dari Pasal 1 sampai dengan Pasal 308 KUHD.
- Pedagang dan badan usaha (firma, CV)
- Perantara dagang (makelar, komisioner, agen)
- Surat berharga (wesel, cek, promes)
- Asuransi atau pertanggungan
- Kepailitan (parsial)
Buku II: Tentang Hak dan Kewajiban yang Timbul dalam Pelayaran Laut
Membahas hukum dagang laut, termasuk pengangkutan laut dan tanggung jawab pelayaran.
Terdiri dari Pasal 309 sampai dengan Pasal 754 KUHD.
Pokok-pokok yang diatur:
- Kepemilikan kapal dan pendaftaran
- Kontrak pengangkutan laut
- Konosemen (bill of lading)
- Tanggung jawab pemilik kapal dan nahkoda
- Asuransi laut
- Kecelakaan laut dan penyelamatan kapal
Melalui penjelasan di atas dapat di artikan bahwa hukum dagang hadir sebagai fondasi yang menjamin keteraturan dalam setiap aktivitas ekonomi. Di tengah berkembangnya dunia usaha, keberadaan aturan-aturan hukum yang jelas tidak hanya menjadi pelindung bagi para pelaku bisnis, tetapi juga menciptakan kepastian dan keadilan dalam hubungan dagang.