Dalam hubungan hukum perdata, perjanjian menjadi sumber utama timbulnya hak dan kewajiban antar para pihak. Namun dalam pelaksanaannya, tidak jarang terjadi ketidakpatuhan dalam memenuhi kewajiban sebagaimana diperjanjikan. Kondisi inilah yang dalam hukum perdata dikenal dengan istilah Wanprestasi. Pemahaman terhadap konsep wanprestasi sangat penting, mengingat wanprestasi menjadi dasar utama dalam pengajuan tuntutan ganti rugi di pengadilan.
Apa Itu Wanprestasi?
Secara etimologis, istilah “wanprestasi” berasal dari bahasa Belanda wanprestatie, yang berarti cidera janji. Dalam konteks hukum Indonesia, wanprestasi diartikan sebagai ketidakmampuan atau kelalaian salah satu pihak dalam perjanjian untuk memenuhi kewajibannya sebagaimana telah disepakati. Beberapa Ahli Hukum juga telah memberikan definisi yang beragam mengenai wanprestasi sesuai dengan pendekatan dan penekanannya masing-masing. Di antaranya:
- Subekti mendefinisikan wanprestasi sebagai: “Suatu keadaan di mana debitur tidak memenuhi prestasi sebagaimana telah ditentukan dalam perjanjian.”
- R. Setiawan menjelaskan wanprestasi sebagai: “Kegagalan dalam memenuhi kewajiban yang telah diperjanjikan.”
Dalam KUHPerdata, wanprestasi dapat dipahami dari Pasal 1239, yang menyatakan:
“Tiap perikatan untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu, wajib diselesaikan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”
Dari pengertian-pengertian di atas, jelas bahwa wanprestasi tidak hanya berupa tidak dilaksanakannya kewajiban, tetapi juga meliputi keterlambatan, pelaksanaan yang tidak sesuai, atau pelanggaran terhadap larangan dalam perjanjian.
Dasar Hukum Wanprestasi
Dasar hukum wanprestasi dalam hukum Indonesia diatur dalam beberapa ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), antara lain:
- Pasal 1234 KUH Perdata
Mengatur bahwa tiap perikatan berisi kewajiban untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu.
- Pasal 1238 KUH Perdata
Mengatur kondisi dimana Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.
- Pasal 1243 KUH Perdata
Mengatur tentang akibat hukum dari wanprestasi, yaitu Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikaatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.
Unsur-Unsur Wanprestasi
Menurut Subekti, untuk dapat dikatakan terjadi wanprestasi, harus terpenuhi unsur-unsur berikut:
- Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
- Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
- Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.
- Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Dengan merujuk pada ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata serta doktrin para Ahli Hukum, dapat diartikan bahwa wanprestasi tidak hanya sebatas ketidakmampuan melaksanakan kewajiban, tetapi juga mencakup keterlambatan, pelaksanaan yang tidak sempurna, maupun pelanggaran larangan tertentu.